Esensi Berbagi

Ribuan tahun lalu Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya Ismail. Tanpa sedikitpun keraguan Nabi Ibrahim rela mengikhlaskan anaknya sebagai bentuk rasa taat kepada pemilik raga. Iblis berusaha menggagalkan usaha Nabi Allah tersebut namun keteguhan imannya tak tergoyahkan sedikitpun. Di tengah keheningan Nabi Ibrahim sudah bersiap menyembelih anaknya. Tanpa penolakan Ismail rela disembelih. Keajaiban Allah mulai mengabil peran, sosok sang anak beralih wujud menjadi seekor kambing maka disembelihlah kambing itu sebagai bentuk pengorbanan dan ketakwaan Nabi Ibrahim.

Sejak itu tonggak sejarah dimulai. Meskipun terpaut ribuan tahun dari peristiwa keikhlasan sang ayah menyembelih anaknya sebagai bentuk pengorbanan terhadap ketetapan pencipta. Hari ini umat islam merayakan kemenangan kedua selain idul fitri. Momentum idul adha tidak hanya menyembelih hewan kurban saja. Jika di idul fitri berlatih hidup dengan rasa lapar maka idul adha merelakan sebagian harta untuk dibagikan kepada sesama.

Pengorbanan adalah bentuk lain dari rasa cinta. Seseorang yang sedang jatuh cinta akan merelakan mengorbankan apapun demi orang tercinta. Esensi cinta tak hanya terbatas pada lawan jenis. Cinta hakiki terukir cantik untuk pemilik diri. Pengorbanan manusia yang tak seberapa akan diganjar kebaikan luarbiasa oleh pemilik semesta.

Keshalehan spiritual dan keshalehan sosial menjadi nilai berharga di momentum idul adha. Keshalehan spiritual tercermin dalam pengabadian manusia pada pemilik semesta, mengorbankan sebagian harta terkadang tak mudah bagi orang kikir, hanya orang berlapang dada yang mampu melakukannya. Keshalehan sosial tercermin dari hakikat berbagi, di sisi lain negeri banyak orang tak bisa merasakan kenikmatan daging. Di idul adha hampir semua bercuka cita memakan makanan spesial sekalipun hanya pada momentum idul adha.

Tak hanya berkorban perasaan untuk si dia. Berkurban harta, waktu dan ilmu lebih bermakna bagi pemilik semesta.

3 comments