Salah Profesi

Aku adalah seorang guru baru, baru dalam dua hal lebih tepatnya. Baru dipecat sebagai sales produk kecantikan karena tertukar antara pelembab dan balsam. Baru yang kedua ialah pekerjaanku saat ini.

Seolah menjadi sebuah sindiran, seorang pengganguran diangkat menjadi guru kewirausahaan. Rasanya ada yang salah dengan negeri ini, eh yang salah aku deh. So so-an menyalahkan negeri padahal diriku sendiri yang tidak mampu bersaing dalam dunia yang lebih keras dari batu bata.

Aku harus percaya diri, hari pertama mengajar adalah tolak ukur kesuksesan ke depan. Aku ingin mendidik mereka menjadi wirausahawan muda, setidaknya kelak tak ada lagi orang sepertiku. Seorang kutu loncat yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka harus bisa membuat lapangan pekerjaan.

Bel berbunyi, itu seolah genderang perang bagiku. Aku harus jadi guru terbaik, ini pekerjaan terakhirku. Niat sudah kuat, aku berjalan menuju kelas.

"Siap beri salam," seorang siswa berparas cantik memimpin teman-temannya.

Rasanya aku mulai nyaman menjadi guru, merasa dihargai. Dulu di saat jadi sales kosmetik baru berbicara dua kata saja sudah diusir.

Seperti kebanyakan guru baru, aku mulai memperkenalkan diri sekaligus memberikan siswa kesempatan bertanya. Ini adalah salah satu cara mengakrabkan diri dengan mereka.

Seorang siswi mengacungkan tangan pertanda bertanya.

"Siapa namamu ?" aku berucap sembari memberikan senyum terbaik.

"Putri Pak, Rasanya saya pernah bertemu bapak sebelumnya." Siswa itu bertanya sambil memamerkan wajah heran.

"Mungkin banyak yang mirip dengan saya," aku membayangkan dia bertemu Nicholas Saputra sebelumnya.

"Bapak mirip sekali dengan sales kosmetik yang jualan pelembab palsu, mamah saya mukanya terasa panas setelahnya bengkak gara-gara pakai pelembab itu. Ah mungkin saya salah orang, mana mungkin seorang guru jadi penipu."

Aku tertegun, kemudian izin ke luar dan tak pernah kembali ke sekolah itu .

Gaya menulis Boim Lebon dalam buku antologi cerpen memburu dhian.

10 comments