Lamborghini dan sapu lidi

Kuda besi bernama Lamborghini Aventador tampak perkasa membelah jalan puncak mandala, kota Malang. Mobil senilai 11 miliar yang hanya tersedia 8 unit di Indonesia, memberhentikan lajunya di Pit Stop Cafe, tempat nongkrong anak muda dengan status sosial tinggi. Pria pemilik kuda besi mewah mengangkatkan tangannya, pertanda ingin memesan sesuatu "Civet kopi 1". Bartender mengabulkan permintaannya dengan cekatan hanya beberapa menit kopi luwak yang merupakan nama lain dari Civet sudah tersaji. Perlahan kopi termahal di dunia ia teguk. 1,3 juta di letakan di meja, kemudian pergi memacu kuda besinya lagi.

 Sumber : http://otosister.com/harga-lamborghini-aventador-pirelli-edition/

Di sudut lain kota Malang yang hanya berjarak 10 Km dari Pit Stop Cafe, Seorang Nenek renta sedang memegang perutnya. Sapu lidi yang ia jajakan di pinggir jalan sudah 4 hari selalu utuh, belum ada yang melirik untuk membeli. Di gubuk tuanya tak ada seorang pun menemani hanya lapar berperan sebagai teman sejati. Ketika malam datang, gubuk tuanya seketika gelap tak ada sedikit pun terang, sang Nenek bukan pelanggan setia PLN (Perusahaan listrik negara) memang gubuknya pernah merasakan terang namun hanya bertahan beberapa bulan, setelah negara memutuskan cahayanya, baik cahaya lampu maupun cahaya berupa bernama kepedulian. Lamborghini Aventador dan kopi luwak "Civet" tak pernah akrab ditelinganya yang ia tahu hanya panci, pisau serta piring kaleng berkarat, sesekali benda penuh karat itu digunakan, jika ada uang untuk membeli nasi, iya hanya nasi tanpa ditemani lauk. Kepedihan di hari tua sangat akrab dengannya, meskipun begitu tak ada niat untuk banting setir menjadi peminta-minta. Sapu lidi tak hanya membersihkan debu tapi pembersihkan hati pembuatnya.

Sumber : Viral dari postingan akun https://www.facebook.com/tri.sugiarto.357?pnref=story


Cerita ini terinspirasi dari sebuah viral Facebook yang disebarkan oleh akun Tri Sugiarto, viralnya mencerikan seorang nenek bernama Mbah Gini yang berjuang sendirian sebagai penjual Sapu lidi. Ia tinggal di sebuah gubuk kumuh tanpa penerangan yang penuh kotoran hewan. Bagi siapa pun yang berada di Malang dapat mengunjungi dan memberikan bantuan kepada beliau di alamat desa Sanan Kerto RT 11/ RW 02, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.

13 comments

  1. Sedih...ko bisa ga ada yang peduli..

    ReplyDelete
  2. Sedih...ko bisa ga ada yang peduli..

    ReplyDelete
  3. salut bangett sama si nenek yg tetap berjuang mempertahankan hidupnya tnpa harus menjadi peminta minta:") terharu...
    Inspiring story..

    ReplyDelete
  4. semoga jadi banyak yang lebih peduli..

    ReplyDelete
  5. Ini seharusnya jadi tanggung jawab pemerintah loh!

    ReplyDelete
  6. Jd inget juga cerita anak usia TK yg malah jd kepala keluarga. Ngurusin ibuny yg buta n kakak yg keterbelakangan mental.


    Ya Allah...
    Betapa kita harus banyak bersyukur.

    ReplyDelete
  7. Simbah yang berjuang untuk kehidupannya

    ReplyDelete
  8. wah mas... tulisannya inspiratif, nyentuh sisi nurani pembaca untuk lebih peka kpd keadaan sekitar dn pandai brsyukur. semoga senantiasa d tingkatkan mas artikel inspiratifnya ^^

    ReplyDelete
  9. Semoga sy nnti punya mobil itu... Amin..

    ReplyDelete