CERPEN FAVORITE-KU "SIMISKIN YANG KAYA"


Hidup Shava beda dengan kebanyakan remaja perempuan lainnya. Biasanya, remaja putri sebayanya yang kebanyakan mulai mengalami pubertas, dia belum mengalaminya. Temannya semuanya sudah pernah berpacaran, tapi Shava sekali pun dia tidak pernah. Bukan karena tidak ada laki-laki yang menyukainya, tapi karena prinsip teguhnya yang tidak berpacaran sebelum lulus SMA.
Shava bersahabat dari kecil dengan Melan. Kemanapun Shava pergi pasti ada Melan, begitu juga sebaliknya. Mereka sama-sama berkerudung. Tapi, mereka sangat berbeda. Shava yang pendiam, sangat berlawanan dengan Melan yang sangat aktif. Meski begitu, mereka selalu rukun dan saling berbagi dalam hal apapun.
“Vaaaaaa.... Tebak apa yang aku bawa..” Melan berlari ke arah Shava yang baru datang ke sekolah sambil membawa secarik kertas.
“Kayaknya seneng banget deh. Emang apa sih?”
“Aku menang di lomba Melukis se-kota waktu itu!” kata Melan dengan riang gembira sambil memeluk sahabatnya itu.
“Wah, kamu hebat. Slamet ya. Aku bangga jadi sahabat pelukis handal kayak kamu.” Kata Shava.
“Haha, makasih. Ga usah berlebih gitu.”
Tiba-tiba datang Ardi. Laki-laki populer di sekolah, pemain bola tim sekolah, disukai banyak perempuan, termasuk Melan. Tapi, dia terkenal playboy dan sering menyakiti perempuan.
“Selamat ya. Kamu memang hebat.” Kata Ardi sambil menyalami Melan.
“Makasih ya. Kamu juga bagus kok main nya.” Kata Melan yang kegirangan.
“Oh iya. Kalian berdua jangan lupa nonton tim bola main ya. Besok jam 4 sore.” Kata Ardi.
“Sip, kita pasti dateng kok.” Kata Melan.
~o~
Besoknya, pulang sekolah Melan sudah sibuk menyiapkan ini itu. Padahal jam baru menunjukkan pukul 12.00 siang. Sangat berbeda dengan Shava yang santai, cuek dan berkesan tidak peduli.
“Va, anterin aku ke salon yuk. Rambut ku udah kayak singa nih.” Ajak Melan.
“Emang mau kemana?” tanya Shava.
“Mau nonton bola. Hehe.” Kata Melan.
Shava kaget mendengar Melan akan membuka kerudungnya hanya demi ingin dilihat Ardi.
“Hah? Maksudnya kamu mau buka kerudung nanti sore? Menurutku jangan deh.”
“Udah, gak apa apa. Sekali aja. Semuanya juga cuma di sekolah aja pake kerudungnya.”
“Tapi, aku ada kursus piano. Maaf ya, gak bisa anter kamu. Kita ketemu di gerbang stadion aja jam setengah 4 sore. Ok?”
“Ya sudahlah, oke deh.”
~o~
Jam sudah menunjukkan pukul 15.45 tapi Shava masih berdiri di gerbang stadion menunggu datangnya Melan. Satu per satu teman sekolahnya pun sudah masuk ke dalam stadion. Shava kaget setengah mati ketika melihat pakaian yang dikenakan teman-temannya yang bukan hanya melepas kerudungnya saja, tapi juga berpakaian yang sangat mini.
“Maaf telat, Va.” Kata Melan sambil kelelahan setelah lari cukup jauh karena terlambat.
Shava kaget karena Melan berpakaian tidak jauh dengan teman-temannya yang lain.
“Melan, kamu apa-apaan ini. Kalo kurang bahan bajunya, kan ada baju yang lain.” Kata Shava protes pada Melan.
“Ini tuh namanya hotpants, Shavarina. Lagi ngetrend nih buat ABG.”
“Mau namanya hotpants kek, hotplate kek, atau whatever lah, tetep aja jelek. Ini juga rambut keliatan begini. Jelek tau.” Kata Shava.
“Ini bukan waktunya debat soal ini, Va. Kita udah telat. Ayo masuk!” kata Melan sambil menarik tangan Shava.
~o~
Saat memasuki stadion, mereka berdua menjadi pusat perhatian banyak pasang mata di dalam stadion. Mereka semua kaget. Karena hanya Shava yang datang memakai kerudung dan tampak cantik sekali dengan rok dan kerudung birunya. Tapi, Melan menyangka semua orang itu terkagum dengan penampilannya.
“Va, tuh liat. Aku diliatin semua orang. Berarti aku bagus berpenampilan kayak gini.” Kata Melan.
Shava hanya bisa menghela nafas mengiyakan perkataan sahabat baiknya itu.Tidak hanya di kursi penonton, di kursi pemain bola pun mereka berdua juga menjadi pusat pembicaraan.
“Cantik banget tuh liat!” kata Nofan, salah satu bintang di sekolahnya yang juga akan bermain saat itu.
“Yang mana,Fan?” tanya salah satu pemain lainnya, Valdi.
“Tuh yang baru dateng!”
“Menurut kalian, mana yang menarik?” tanya Nofan pada teman-temannya itu.
“Yang pake kerudung lah! Yang satu lagi mah udah biasa. Tuh liat! Banyak banget yang kayak gitu!” kata Valdi.
“Bener, yang itu mah udah bosen. Kalo yang satu lagi itu baru bikin penasaran.” Kata Ardi kagum.
“Wah wah, tertarik dijadiin pacar juga sama lo, Di?” tanya Nofan.
“Jangan harep deh dapetin dia! Dia anak kelas gue. Namanya Shava. Dia ga pernah pacaran sekali pun selama ini. ” Kata Valdi.
“Oh iya? Serius lo?” kata Ardi.
Valdi mengangguk. Ardi tidak pernah seperti ini sebelumnya. Walaupun sudah ribuan hati dia pernah takluki, tapi itu hanya sekedar iseng.
~o~
Selama menonton permainan yang cantik, hampir semua penonton perempuan memanggil nama-nama pemain yang sedang bermain, termasuk Melan yang memanggil Ardi. Tapi Shava tampak duduk tenang sambil menyaksikan permainan. Suasana dalam stadion sangat ramai sekali. Saat Ardi menjebol gawang lawan, suasana jadi lebih meriah.
Sesaat setelah menjebol gawang lawan, Ardi melihat ke arah Shava dan Melan kemudian tersenyum. Shava kaget melihat Ardi tersenyum ke arahnya. Akhirnya dia juga membalas senyum Ardi.
“Vaaa, liat ga barusan? Ardi senyum ke aku! Hahaha, ternyata ga sia-sia aku berpenampilan seperti ini. Bisa menarik Ardi ternyata.” Kata Melan.
Shava berkata dalam hati:
“Makanya Shavarina, jangan mikir dia senyum sama kamu. Itu ga mungkin banget. Lagian dia senyum ke melan, bukan ke kamu. Lain kali ga boleh kaya gitu! Jadi malu sama sedih sendiri kan jadinya.”
~o~
Selesai pertandingan, Ardi menghampiri Melan danShava. Melan tampak senang sekali karena Ardi mendekatinya. Sedangkan Shava hanya tertunduk karena masih merasa malu karena tragedi memalukan itu.
“Mm, makasih ya kalian udah mau nonton kita main.” Kata Ardi.
“Iya, sama-sama. Kita nontonnya dengan senang hati banget. Selamat ya dah menang.” Kata Melan.
Mereka tampak canggung dan terdiam sejenak. Akhirnya mereka berkenalan satu sama lain.
“Oh iya, kenalin. Aku Melan. Ini temen aku.” Kata Melan sambil menyalami Ardi.
“Nama aku...”
Belum selesai Shava bicara, Ardi sudah memotong pembicaraan Shava.
“Shava kan? Anak IPA 1? Aku Ardi. IPA 5” tanya Ardi.
Melan dan Shava tampak kaget. Kenapa Ardi bisa tau tentang Shava. Ardi pun menyalami Shava cukup lama. Melan yang tidak suka melihat kejadian itu, coba mengalihkan pertanyaan.
“By the way, sekarang mau kemana nih? Aku mau kok nganter kamu.”kata Melan pada Ardi.
“Aku mau pulang aja. Belum ngerjain tugas tadi.” Kata Shava.
“Yah, Shavarina! Ini 2011 masih ngerjain tugas?” kata Melan.
“Udah-udah, ga apa apa. Mungkin lain kali aja. Mau dianterin pulang, Va?” Kata Ardi.
“Ga usah, aku dijemput kok. Mau bareng aku, Melan?” Kata Shava.
“Aku kan mau dianter pulang sama Ardi. Kamu duluan aja ya. Hati-Hati, Va.”
Ardi tampak kecewa. Melan tampak aneh terhadap Ardi yang begitu perhatian pada Shava.
~o~
Di dalam mobil...
“Hmp, Melan aku mau nanya sesuatu dong sama kamu!” kata Ardi.
“Boleh, boleh. Ngomong aja, Di.”
Melan sudah senyum-senyum sendiri. Dia fikir Ardi akan bertanya apakah dia mau jadi pacarnya Ardi. Melan tampak gemetar. Padahal sama sekali Ardi tidak ada niat menanyakan itu. Melan bukan tipenya. Melan sama seperti yang lain. Tidak ada bedanya. Ardi tampak melamun.
“Di? Kok melamun? Mau tanya apa?” Kata Melan
“Sorry-sorry. Nggak, ga jadi kok.” Kata Ardi.
Melan tampak kesal. Sepertinya Ardi sedang memikirkan sesuatu yangtidak diketahui oleh dirinya.
~o~
Malam harinya sudah pukul 23.00, Shava sedang sibuk dengan rumus-rumus matematika untuk persiapan Olimpiade 2 minggu lagi. Tiba-tiba handphone Shava berdering. Ternyata ada sms dari Melan.
Shavarina, sahabatku yang baik..
Hari ini aku seneng banget. Dimulai jadi pusat perhatian pas baru dateng, Ardi senyum sama aku pas bikin gol, terus bisa kenalan sama Ardi, yang terakhir aku dianter Ardi sampai rumah.
Sumpah seneng banget.. Good night yaa.. :*
Shava jadi teringat lagi dengan tragedi senyuman itu. Pipi Shava jadi merah karena malu. Akhirnya dia memutuskan untuk tidur.

1 comment