Anak Gondrong Berambut Pelangi

Sudah hampir 3 bulan sekolah tatap muka ditiadakan. Semua kegiatan pembelajaran berganti daring (Online) via Google Form, Google Classroom, zoom dan lain-lain.
Awalnya sih merasa baik-baik saja sih mengajar dari rumah, namun lama kelamaan semakin resah.

Resah kenapa ?

Resah karena sekadar bisa mengajar tanpa mendidik. Kalau untuk urusan mengajar sih bisa dari online, sekadar menyiapkan materi lalu anak-anak belajar dan mengerjakan. Istilah kasarnya kalau sekadar transfer ilmu itu mudah.

Nah untuk urusan mendidik via online itu yang cukup susah dan nyaris mustahil. Indikator sederhananya saya makin sering lihat anak usia pelajar berambut gondrong warna pelangi sedang merokok. Okelah kalau rambut gondrong aja mungkin efek takut dicukur di era pandemi ini, terus untuk rambut warna-warni kaya pelangi serta merokok berjamaah, apakah itu efek Corona juga ?

Terkadang sering gemes kalau melihatnya, seakan jati diri seorang pelajar hilang. Padahal baru 3 bulan "berhenti" sekolahnya juga.
Seolah pemandangan rambut pelangi siswa saja tidak cukup, saya juga semakin sering melihat siswa usia sekolah pacaran di tempat sepi. Walaah, Di sisi lain tak menyalahkan (Mungkin orang tua cari uang) sejatinya tugas mendidik generasi muda adalah kewajiban kita semua.

Rasanya energi mereka terlampau banyak namun tidak tersalurkan dengan baik. Biasanya energi yang meluap-luap itu digunakan untuk berbagai kegiatan di sekolah, kalau sekarang energi yang meluap itu tak tersalurkan. Selalu rebahan dan nonton Youtube malah salah panutan. Bisa-bisa banyak orang sejenis Ferdian Paleka lahir kembali.

Saya sih selalu berdoa semoga pandemi ini segera berakhir agar anak-anak berambut pelangi yang suka pacaran di yang sepi kembali ke jalan yang seharusnya. Cukup anak ayam yang dijual di SD saja yang warna-warni, rambut kalian jangan. Nanti rusak loh hehe.

Tulisan seorang Guru yang Ingin mengajar tatap muka, Nychken Gilang.

Post a Comment