Perjumpaan dengan Emak Bangsa

Nama saya Nychken Gilang, biasanya dipanggil sayang oleh Ibu sendiri. Saat ini masih berstatus belum menikah tapi sudah punya banyak anak. Iya, saya seorang guru bahasa Indonesia di sebuah SMK, selain mengajar juga masih berkuliah S2 Pendidikan Bahasa Indonesia, pokoknya tak kalah "Indonesia" dari Indomie.

Entah kebetulan atau kebutuhan hobi saya menulis, dari mulai menulis di tembok WC hingga menulis novel. Uniknya di novel "Menuntaskan Rindu" yang membuat saya beberapa kali dipanggil KPK, eh maksudnya dipanggil mengisi acara pelatihan menulis. Di cover depan novel "Menuntaskan Rindu" Ada sebuah endorsement dari seseorang yang akan saya bahas setajam lirikan mantan pada tulisan kali ini.

Sosoknya bernama Hiday Nur atau saya biasa memanggil dengan sebutan "Mak Hiday" nah berkaitan dengan judul tulisan ini "Perjumpaan dengan Emak Bangsa" kenapa saya melabeli Mak Hiday sebagai Emak Bangsa ? sederhana sebenarnya, tak terlepas dari upaya untuk menyatukan Indonesia, ada Paslon yang melabeli kaum ibu dengan sebutan "Emak-emak" Paslon lainnya menyebut "Ibu Bangsa" maka saya gabung deh jadi "Emak Bangsa"

Pertemuan saya dengan Emak Bangsa dimulai ketika tertarik dengan sebuah tulisan Mak Hiday tentang beasiswa LPDP. Kebetulan saya tergabung di komunitas ODOP, komunitas menulis yang mewajibkan anggotanya untuk menulis di blog setiap hari. Mak Hiday senior saya di sana.

Ketika Mak Hiday membagikan tulisan tentang beasiswa LPDP langsung saya lahap tuh tulisan, Emak Bangsa ini bercerita tentang prosesnya meraih beasiswa LPDP dari awal hingga jadi penerima. Saya yang notabennya senang gratisan, tertarik banget dengan beasiswa itu.

Berselang beberapa bulan terbitlah sebuah buku tentang tips meraih beasiswa LPDP yang ditulis Mak Hiday bersama penerima beasiswa lainnya, tak pikir panjang saya beli dong.

(Buku Mak Hiday bersanding dengan Menuntaskan Rindu) 

Balik lagi ke novel "Menuntaskan Rindu", ketika novel itu sudah rampung, saya mengumpulkan beberapa endorsement dari dosen, teman-teman komunitas, dan tentu Mak Hiday. Saya berpikir endorsement siapa yang ditaruh di depan cover novel ini. Dosen, ah ini bukan buku kuliah.

Saya berpikir sembari bertapa di kamar mandi, aha Mak Hiday saja. Selain Emak Bangsa ini dedengkot FLP Jatim, penerima beasiswa LPDP, dan juga suka menulis sastra.

Pilihan saya memasukan nama Mak Hiday di cover depan tepat, banyak teman yang menyangka ini buku tentang beasiswa LPDP karena saya memasukan itu dalam keterangan endorsement Mak Hiday. Saya jelaskan ini novel cinta, eh mereka masih teguh membeli, yowis lumayan buat makan nasi padang uangnya.

Banyak yang saya kagumi dari sosok Emak Bangsa ini, selain Mak Hiday punya 2 anak dan 1 suami yang lucu eh untuk suaminya saya belum kenalan lucu atau tidak. Yang jelas anaknya yang bernama "Kazumi" lucu banget jadi pengen punya tapi bisa nggak sih buatnya dari terigu aja.

Okey balik lagi, hal yang saya kagumi dari Mak Hiday itu gigih memperjuangkan mimpinya sekalipun sudah berkeluarga, saya yang jomblo saja kadang malas-malasan memperjuangkan mimpi.

Pernah suatu hari saya lihat Mak Hiday, di Jerman terus besoknya di Perancis, besoknya lagi di Belanda. Ini Emak punya kantong ajaib Doraemon kali. Kerennya lagi jalan-jalan ke Eropanya sendirian, saya aja yang pergi ke pasar masih bareng Mamak, takut nyasar.
(Berjumpa dengan Mak Hiday, muridnya, dan Kazumi di Bandung. Beberapa minggu setelah Mak Hiday keliling Eropa)

Kabar terbaru Mak Bangsa ini sedang merintis taman baca, forum belajar English for Writers, merampungkan 7 buku solo, menerbitkan antologi beberapa komunitas, mencari beasiswa S3 ke luar negeri, dan terakhir menjalankan program pelatihan menulis sampai terbit buku yaitu "Nulis Aja"

Dulu saya sempat bergabung sebagai perintis "Nulis Aja" namun karena saat itu masih unyu dan sibuk skripsi, Mak Hiday menyarankan saya fokus skripsi dulu. Sempat diajak gabung lagi, eh saya sedang sibuk tesis kali ini.

Setelah tesis beres, mudah-mudahan bisa berkolaborasi dengan Emak Bangsa yang satu ini guna mengwujudkan Indonesia yang lebih baik, kok kaya kampanye yah ? nggak apa-apa deh. Anggap saja saya sedang berkampanye tentang daya juang Mak Hiday terhadap mimpi-mimpinya ke anak-anak muda.

Sebagai penutup tulisan ini, saya punya sebuah kata bijak yang saya temukan di sebuah dinding WC, entah WC di mana lupa.

"Untuk mendapatkan sesuatu yang belum pernah dimiliki, lakukanlah sesuatu yang belum pernah dilakukan."

Rasanya Mak Hiday sudah melakukan apa yang tertulis dalam kata bijak itu.

11 comments

  1. Hahaha, auto ngakak bacanya. Aa Gilang semakin mantep aja karakter tulisannya. Ngiri ih saya. Eh nganan aja deh, udah terlanjur righting.

    ReplyDelete
  2. Baca tulisan ini saya yg lendatang batu di odop jd kepo sama mbak hidya nur. Selalu salut sama otang yang berani mengajt mimpi2nya. Keren

    ReplyDelete
  3. Iya... salut banget sama mak hiday. Ga ada capek kayaknya mah.

    ReplyDelete
  4. Aa Gil keren, Mbak Hiday keren. Duh, terasa banget gue bukan apa2.

    ReplyDelete
  5. Duh, dapat quote di WC mana tuh? Keren yang nulisnya...keren juga sosok yang ditulis

    ReplyDelete
  6. Ini sih dua2nya sama2 keren 😉.

    ReplyDelete
  7. Tetap dengan khasnya..kocak bin gokil

    ReplyDelete