Buku Kenangan Halaman 1

Kubuka lembaran demi lembaran album kenangan masa SMA itu, tak terasa sudah 7 tahun berlalu aku menuntaskan putih abu.
Di lembaran ke 23, aku berhenti cukup lama memandangi foto dan juga nama yang tertera.

"Annisa Senjahari," Melafalkan nama tersebut, tawa dan kenangan tiba-tiba hinggap di kepala.

Dulu aku sempat bertanya kenapa namanya "Annisa Senjahari" dia tak pernah menjawab malah memukulku dengan botol minumnya.
Entah kenapa setiap dipukul, secara ajaib rasa sakit itu berubah menjadi rasa cinta. Dia laksana peri yang mampu mengubah botol minum menjadi pemantik suka.

Aku gunakan berbagai cara untuk dekat dengannya, membaca majalah berisi artikel cara mendekati wanita paling efektif. Di artikel tersebut ditulis bahwa wanita paling menyukai bunga, aku menyisihkan uang jajan untuk membeli buket bunga. Unik, reaksinya berbeda dengan artikel yang kubaca. Aku membayangkan wajahnya tersipu malu dengan bunga yang aku berikan. Namun impian berbeda dengan kenyataan, Dia malah mengejarku, menuduh aku mendoakannya cepat meninggal. Buket bunga yang aku berikan menurutnya buket bunga dukacita.

Kau pantang menyerah, mengejarku hingga batas lelah. Sesungguhnya aku suka dikejar-kejar wanita tapi bukan dalam arti sebenarnya. Dia mengejar hingga kuterjatuh menghantam tangga. Darah segar mengalir di kepala, beberapa menit kemudian sekelilingku tiba-tiba gelap. Aku baru sadar ketika sudah berada di UKS. Samar-samar melihat dia duduk di sampingku, menatap penuh rasa bersalah. Kilauan airmata terlihat dipelupuk matanya. Aku segera bangun untuk bertindak seperti di film drama Korea, menyeka airmata gadis yang kusuka.

Dia kaget ketika aku bangun tiba-tiba lalu menyeka airmatanya. Refleks tangannya menjitak kepalaku. Terasa sakit memang tetapi agar lebih dramatis aku pura-pura pingsan.

"Aaaaaaaa," Dia berteriak. Di dalam hati merasa sudah berhasil membuatnya khawatir dengan keadaanku. Aku berharap dia memeluk sembari menangis. Lagi-lagi impian tak sesuai kenyataan. 15 menit berlalu, aku tak kunjung mendapat pelukan. Dia teriak lalu menghilang entah kemana.

Ah, aku lupa. Saput tangan yang dipakai menyeka airmatanya, sebelumnya aku gunakan untuk mengelap sisa sambel yang tumpah.

Aku memang penyuka senja, termasuk senja di dalam namamu. Annisa Senjahari.

6 comments