Aku berada dalam suatu rumah besar. Penghuninya berasal dari berbagai latarbelakang. Mahasiswa, guru, pekerja bahkan ada pula yang aktivitasnya galau saja seperti aku contohnya. Kedipkan mata.
Perbedaan inilah yang memberikan warna cantik bagi setiap penghuninya. Tujuan kami sebenarnya sama menghiaskan setiap sudut rumah dengan berbagai warna kesukaan. Warna kesukaanku ungu. Sssst tunggu dulu bukan warna jomblo loh. Ungu itu keren karena terong aja warna ungu. Ngomong apa sih kamu. Pokoknya ungu keren.
Setiap penghuni rumah mengecat ruangannya dengan warna kesukaannya. Ada yang biru, hijau bahkan pink. Di suatu hari si pink mengecat temboknya dengan cara berbeda. Di tepi-tepi sudutnya banyak cela yang belum tercat. Tibalah si merah yang mengamati tingkah pola si pink. Dia bertanya kenapa mewarnainya acak-acakan. Dia memberikan tips untuk mengecat dengan cara yang benar.
Si pink menolak, dia tak mau ada yang ikut campur tangan di dinding yang dia warnai. Dengan alasan semua itu privasinya. Si merah tampak pasrah, dia beranjak pergi. Di suatu hari dinding yang diwarnai si pink telah kering. Namun dia kecewa dengan hasilnya. Dia melirik karya teman-temannya lain yang begitu indah. Seketika dia marah, tak ada yang memberitahu cara mengecat dinding yang baik.
Si merah berkata bukankah dulu dia pernah memberi tahu. Si pink bersikukuh bahwa itu hanya alasan si merah. Dia merasa si merah hanya iri terhadap dirinya saja. Akhirnya si pink pergi dari rumah itu. Di suatu tempat si pink nampak sedih, kini warna yang ia punya semakin memudar.
Perbedaan inilah yang memberikan warna cantik bagi setiap penghuninya. Tujuan kami sebenarnya sama menghiaskan setiap sudut rumah dengan berbagai warna kesukaan. Warna kesukaanku ungu. Sssst tunggu dulu bukan warna jomblo loh. Ungu itu keren karena terong aja warna ungu. Ngomong apa sih kamu. Pokoknya ungu keren.
Setiap penghuni rumah mengecat ruangannya dengan warna kesukaannya. Ada yang biru, hijau bahkan pink. Di suatu hari si pink mengecat temboknya dengan cara berbeda. Di tepi-tepi sudutnya banyak cela yang belum tercat. Tibalah si merah yang mengamati tingkah pola si pink. Dia bertanya kenapa mewarnainya acak-acakan. Dia memberikan tips untuk mengecat dengan cara yang benar.
Si pink menolak, dia tak mau ada yang ikut campur tangan di dinding yang dia warnai. Dengan alasan semua itu privasinya. Si merah tampak pasrah, dia beranjak pergi. Di suatu hari dinding yang diwarnai si pink telah kering. Namun dia kecewa dengan hasilnya. Dia melirik karya teman-temannya lain yang begitu indah. Seketika dia marah, tak ada yang memberitahu cara mengecat dinding yang baik.
Si merah berkata bukankah dulu dia pernah memberi tahu. Si pink bersikukuh bahwa itu hanya alasan si merah. Dia merasa si merah hanya iri terhadap dirinya saja. Akhirnya si pink pergi dari rumah itu. Di suatu tempat si pink nampak sedih, kini warna yang ia punya semakin memudar.
Tampilan blognya kereeen.. Lama nggak bw.. Ajarin gilang
ReplyDeleteAnaloginya jadi ingat kejadian kemarin
ReplyDeleteAa Gilang suka ungu tapikan rumahnya hijau dangdut. hee..
ReplyDeleteCeritanya mengingatkan saya pada kisah azan magrib di suatu hari, A.
Cerdas.