Monyet Pencari Rupiah

Dulu kehidupanku nyaman, hidup di alam bebas. Bebas untuk meloncat, bermain, mencari makanan dan apapun yang aku suka. Aku punya beberapa teman baik, burung yang selalu bernyanyi ketika ku bersedih. Kancil. Si cerdik yang selalu memiliki ide untuk mendapatkan makanan dari berbagai tempat.

Kehidupan sangat nyaman sebelum segerombolan manusia membawa senjata mendatangi tempat tinggalku. manusia-manusia tak bertanggungjawab merusak tempat tinggalku, menebang pohon-pohon yang menjadi tempatku berteduh. Di saat mereka datang, teman-temanku berlari menyelamatkan diri. Burung-burung ditembaki, si kancil tertangkap oleh sebuah jebakan dan aku sendiri terjebak dalam jaring.

Aku tidak tahu akan dibawa kemana, pandanganku gelap tak bisa melihat apapun. Suara-suara bising yang asing menghampiri telingaku, tubuhku sakit dilempar ke berbagai tempat baru. Beberapa hari kemudian, aku berada di tempat asing. Puluhan kandang kulihat, beberapa teman-temanku terperangkap didalamnya, mereka nampak sedih.

Seorang pria kurus menghampiri pemburu yang menangkapku. Ia terlihat berbicara kepadanya, beberapa saat kemudian pria kurus itu membawaku ke tempat yang kotor. Aku dimasukan ke dalam kandang sempit. Leherku dipasangkan tali yang panjang, sakit sekali leher ini. Aku dipaksa bermain dengan alat-alat yang tak ku kenal. Ketika ku menolak, tali yang dileher ditarik sekencang-kencangnya. Aku terpaksa mengikuti perintahnya, beberapa buah pisang ia berikan jika aku bersikap patuh.

Setiap pagi aku dibawa ke tempat yang ramai, benda seukuran temanku bernama gajah sering sekali aku lihat. Ia mengeluarkan asap hitam yang membuat pedih mata. Tiga lampu dengan warna hijau, kuning dan merah menjadi panduanku beraksi. Ketika lampu menampilkan warna merah, pria kurus itu menarik tali dileherku, memerintahkan untuk beraksi seperti saat latihan. Aku mengangkat benda yang mereka sebut payung, menari-nari hingga orang-orang melemparkan benda-benda. Pria kurus menyebutnya benda itu uang. Uang yang dia belikan barang-barang canggih seperti papan tanpa tombol yang ia gunakan berbicara sendirian. Benda yang lebih cepat dari temanku Kuda, ia beli dari uang hasilku beraksi.

Aku rindu masa-masaku di tempat tinggalku dulu. Bermain, meloncat bebas tanpa ada tali di leher. Aku ingin kabur berhenti beraksi di tengah tiga lampu berwarna. Mataku pedih menerima asap dari hewan besi itu. Masa-masa di kandang sama sekali tidak menyenang. Jatah makanku hanya satu pisang dalam sehari.

Pagi hari telah tiba, sebenarnya aku tak berharap matahari datang lebih cepat. Ketika pagi datang itu berarti perjuanganku dimulai. Pria kurus memasangkan tali ke leherku, diri ini pasrah. Aku merenung dalam, Terbayang harus merasakan kesakitan kembali. Tetiba dari kejauhan petugas berseragam putih mengendarai hewan besi. Berbicara keras kepada pria kurus , aku dibawa ke dalam mobil, begitulah mereka menyebut hewan besi itu. Di dalam mobil, seorang dengan benda-benda aneh memeriksaku kemudian memberikan makanan yang sangat enak.
Aku sampai di tempat baru. Tempatnya nyaman serta makanannya pun enak. Satu bulan di sana, aku dilepaskan kembali ke rumah asalku. Senang sekali rasanya bertemu dengan teman-teman lama di tempat paling nyaman.

6 comments