Tenda Biru

Janur kuning tampak gagah berdiri. Ia lebih tegak dari anak paskibra yang sedang latihan upacara bendera. Entah sejak kapan simbol ikatan cinta itu berdiri. Sedari tadi aku tertidur, bermimpi makan satai kemudian ngantuk kekenyangan. Aku bermimpi tidur. Aneh memang. Seaneh janur kuning di depan rumahku.

Janur itu ada seperti tukang parkir di minimarket. Di saat memulai parkir tiada, kala pulang meminta dua lembar kertas pattimura. Zaman sekarang banyak hal gaib seperti itu termasuk dengan benda ajaib di depanku. Aku tak tahu siapa yang menikah, tak ada undangan, tak pemberitahuan. Yang ada hanya janur kuning dan tenda biru.

Tenda biru itu bukan tenda pramuka. Tak ada kemping di depan rumahku. Mana mungkin anak pramuka mau tidur di samping kandang ayam. Aku sempat curiga, tenda biru dan janur kuning di depan rumah ialah sabotase mamahku untuk memotivasi anaknya agar segera nikah.

Mamah paling hobby menyuruh nikah. normalnya seorang ibu di pagi hari akan menanyakan sudah sarapan atau belum. Tapi beda dengan mamah, dia akan bertanya mau nikah kapan ?
Mamah punya alasan semakin kamu menundah nikah semakin mahal biayanya apalagi nikah dengan hiburan dangdut itu mahal.

Aku mencari mamah di setiap sudut rumah. Di atas loteng tak ada, di dapur juga sama. Di bawah tempat tidur nihil. Di dalam lemari apalagi. Kemana mamah ? apakah dia pergi karena rasa malu anaknya belum nikah di usia kepala tiga. Aku merasa berdosa.
Ingat film zaman dulu yang berbicara azab tentang anak durhaka. Aku tak mau dikutuk jadi batu apalagi batu akik.

Ternyata mamah sedang bersembunyi di balik pintu. Dia ketakutan melihat film hantu yang seolah-olah akan keluar dari TV.

"Mah, tenang TVnya aku matikan. Jadi hantunya nggak mungkin muncul."

"Syukurlah Lang, mamah takut hantu itu mencekik."

"Yaelah Mah. Itu cuman bohongan."

"Tetap saja menakutkan."

"Eh, Mah di depan siapa sih yang nikah."

"Masa kamu nggak tahu, yang mau nikah mantanmu."

"Masa ? mantan yang mana ?"

"Sombong banget. mantan kamu kan cuma satu itupun dia khilaf ketika nerima. Itu Dewi. Dia nikah dengan pengusaha sapi."

Aku bergegas memakai baju terbaik. Tak lupa mengolesi rambut dengan gel. Kutatap kaca. Sudah cukup rapi. Setibanya di sana, Aku makan sepuasnya. Melepaskan segala bentuk kesal dengan melahap apapun. Setelah itu menyerahkan amplop berisikan tulisan dan selembar uang pattimura sisa parkir. Surat itu berisi kalimat :

"Selamat atas pernikahanmu. Tapi tolong undanglah aku. Jangan sampai hanya tenda biru yang memberitahu. Aku hanya lelaki yang ingin tahu kau bahagia. Jadi tolong rekam malam pertamamu. Biar aku menjadi saksi setiap kebahagianmu. Di amplop ini juga ada uang seribu. Sebagai upah kerelaanmu merekam. Jangan dinilai dari nominalnya. Setidaknya dengan uang itu kamu bisa bayar parkir ilegal di minimarket"

5 comments